Terlahir
menjadi seorang wanita adalah anugerah yang paling terindah. Bukan hanya bicara
parasnya yang cantik ataupun feminim. Wanita adalah makhluk yang lembut dan
perasa. Karena itu wanita selalu bisa memberikan kehangatan dalam keluarganya. Kekuatan
yang dimiliki oleh seorang wanita adalah power
yang paling super. Wanita bisa menyembunyikan ketika merasakan kecewa
ataupun tersakiti. Bukan berarti wanita lemah tetapi dibalik itu semua ada
sebuah kesabaran dan keikhlasannya.
Mulai
saja..
Wanita
yang aku sangat cintai adalah 'Ibuku' tak ada yang mengganti apapaun cintaku
terhadap ibuku. Walau sifatnya hanya sementara ku miliki dan terkadang aku tak
bisa menunjukkan rasa yang aku miliki kepada ibu, kalau “aku sangat
mencintainya”. Bila diberi kesempatan untuk membahagiakan hingga ibu menghebuskan
nafasnya itulah kebahagiaan yang tak ternilai dengan apapun (semoga ya Allah).
Aku seseorang anak memang tak pernah bisa dan tak akan bisa mengganti apapun dengan
pengorbanan mu kepadaku. Kau membesarkan ku dan kakak-kakakku seorang diri
walau tak lama kau jalani menjadi singgle
parents. Tetap saja kau wanita yang tak pernah lelah untuk berkorban demi
anakmu, setelah Ayah meninggalkan kita semua. Mungkin itu memang takdir yang
tak pernah kita ketahui. Kadang aku berfikir andai saja aku diposisi mu,
mungkin belum tentu aku bisa jalani hidup ni. Tak pernah menyesal aku dengan
keadaan yang merubah nasibmu, walau keputusan ibu untuk menikah lagi tanpa
persetujuan anak-anakmu. Terlalu belia mungkin aku dengan keadaan dulu seperti
apa. Aku hanya bisa mendegar cerita, walau aku ikut peran dalam kenyataan
sebenarnya. Aku sangat mengerti menagapa dulu kau ambil keputusan itu, hanya
untuk kebaikan anak-anakmu.
Ketika
keadaanya sudah berubah dan sebuah tanggung jawab yang besar dalam hidup kau
untuk menghantarkan anak-anakmu hingga mempunyai pendamping dan kehidupan baru.
Dan disini aku tersadarkan akan satu hal. Kebahagiaanmu terpancar dari matamu
walau kenyataanya dihari kebahagiaan itu menjadi haru, haru karena akhirnya
tugas mu merawat dan mendidik anakmu telah selesai tapi ada kesedihan dalam
hatimu.
Dari
sebelum matahari terbit hingga matahari terbenam selalu saja disibukkan dengan
aktifitas setiap harinya. Tak ada pilahan menjadi wanita karir ataupun menjadi
ibu rumah tangga. Ia lakukan keduanya secara seimbang. Menurutnya menjadi
seorang ibu rumah tangga itu adalah sebuah tugas yang dicintainya bukan hanya
sekedar mengurus rumah, anak dan suami.
Tugas menjadi ibu rumah tangga itu mulia dan jasa
yang tak pernah bisa terbayarkan atau tak mengenal waktu tetapi ia lakukan
dengan ketulusan dan keikhlasan. Ketika merasa letih ia berusaha untuk tetap tersenyum.
Senyuman selalu bisa menguatkan anak-anaknya. Ia terlalu amat tangguh,
bagaimana tidak untuk membesarkan ke enam anaknya dengan kedua tangannya
sendiri. Tanpa jasa seorang pembantu rumah tangga.
Dari pukul 03.00 WIB
sekiranya ayam pun belum berkok-kok ia sudah membuka matanya. Sebelum ibu melakukan aktifitas bisanya ibu menghadap ke sang
Khalik sampai adzan subuh tiba dan selalu ditutup dengan ayat suci AL-Quran dan bergegas ke dapur untuk
menyajikan masakan untuk sarapan pagi. Ia menyiapkan sarapan untuk keluarga
tercintanya yang padahal ia juga harus menyiapkan diri untuk mengajar. Kegiatan
setiap pagi memang selalu sibuk dengan yang namanya berangkat sekolah, kuliah
ataupun kerja tetapi ibu selalu menyempatkan membuat sarapan pagi agar
anak-anak dan suaminya sarapan dirumah dan bisannya ibu menyiapkan bekal nasi
untuk makan siang untuk anak-anknya. Ibu sangat memperhatikan sekali asupan
anka-anaknya untuk tidak jajan sembarangan diluar karena makanan dirumah sudah
terjamin kebersihannya dan rasanya juga pasti dijamin enak J (masakan
ibu memang paling juara!).
Setelah ibu selesai menyiapkan semuanya, ibu merapihkan diri untuk
berangkat mengajar. Ibu adalah seorang guru di sekolah menengah pertama, ibu
sebagai pengejar guru IPS. Sudah sekitar 30 tahun ibu mengabdi sebagai seorang
pengajar. Dari statusnya honor sampai menjadi Pegawai Negeri Sipil ibu lalui.
Pukul 06.30 WIB sudah
berangkat dari rumah menuju ke sekolah. Ibu mencintai profesinya sebagai pengajar cita-citanya memang menjadi seorang
pengejar. Ketika harus mengurus rumah ia juga harus mengurus anak-anak muridnya
disekolah. Ibu terkenal sebagai sosok guru yang judes mungkin dari tampang
mukanya yang terlihat jutek tetapi diluar itu semua ibu banyak digemari karena
ibu yang selalu bisa mendidik dengan cara tegas tanpa harus memarahi anak-anak
muridnya. Cara mengajarnya dan penyampaian materi-materi yang diberikan oleh
ibu cukup menarik tidak membosankan, “pengakuan dari murid-muridnya yang diajar
oleh ibu”. Bahkan ketika anak muridnya mendapatkan nilai terjelek pun ibu mau
membantunya untuk memberikan motivasi atau memberikan solusi untuk memperbaiki
nilai muridnya.
Pukul 13.00 WIB ibu sudah
dirumah, bisanya ibu setelah pulang mengejar yang dilakukan ialah tidur siang. Merebakan
dan isirahat sejenak agar terlihat fres
kembali. Setelah itu mengerjakan tugas rumah kembali pada tugas sebagai ibu
rumah tangga. Terkadang sampai malam pun ibu masih mengerjakan tugasnya. Sungguh
tanpa letih ibu lakukan itu semua setiap harinya. Terkadang aku berfikir ketika
aku harus menjadi posisi ibu itu tak mudah. Karena membagi waktu antara
mengurus rumah tangga dan karir itu tak semudah apa yang dibayangkan. Tetapi
ibu bisa melakukannya dengan baik. Tanpa harus mengeluh dan merasa beban menjalaninya.
Karena untuk membagi itu semua diperlukan pengorbanan yang luar biasa.
Perjuangan ibu untuk
membesarkan enam orang anak sungguh sangat luar biasa. Ibu bisa mensekolahkan
anaknya hingga ke perguruan tinnggi. Bayangkan ketika ketiga anaknya sudah
lulus dari perguruan tinggi sampai akhirnya mendapatkan gelar sarjana. Ibu
hanya ingin anak-anaknya berhasil dan harus lebik baik darinya. Ketika ketiga
anaknya mendapatkan gelar sarjana, sungguh kebahagian yang tak terbayar.
Bagaimana tidak, ibu yang hanya seorang PNS (guru) bisa mensekolahkan anaknya
di perguruan tinggi swasta yang ternama di Jakarta. Biaya yang tak sedikit ibu
keluarkan tapi ibu lakukan itu semua untuk anak-anaknya. Ibu orangnya sangat
kerja keras, tak pantang menyerah, sabar dan tak pernah mengeluh.
Ibu berjuang demi anak-anak nya untuk masa depan yang lebih baik. Mempunyai
enam orang anak dengan karakter yang berbeda bukanlah tugas yang mudah. Kadang untuk
memahami dan mengerti karakter masing-masing anak itu tak mudah. Dari
pernikahan terdahalu ibu mempunyai tiga orang anak dan dari suami yang sekarang
ibu mempunyai tiga orang anak. Ibu tak pernah membeda-bedakan kami. Ibu selalu
bersikap adil dan apapun itu selalu dibagi rata. Kenyataannya ketika aku dan
kakak-kakak ku sudah lulus dari
perguruan tinggi swasta dan adik ku di tempat kan yang sama di perguruan tinggi
swasta ternama di Jakarta. Karena dari anaknya tidak ada yang lolos di
perguruan tinggi Negeri, jadi ibu memutukan ditempatkan yang sama.
Ibu dengan usianya yang sudah tak muda lagi ia pun masih ingin
belajar dibangku perkuliahan. Keinginannya untuk menuruskan pendidikannya
kejenjang yang lebih baik pun ia niati. Ibu hanya lulusan diploma dari
perguruan tinggi Negeri Jakarta. Niat ibu untuk menuruskan pendidikannya sempat
goyah karena waktu yang ia punya akan dibagi banyak lagi. Namun karena dukungan
dari seorang suami yang selalu mendukung dan ke enam orang anaknya yang
memberikan semangat akhirnya ibu menuruskan pendidikannya disalah satu
perguruan tinggi di Bandung. Ibu ambil kuliah dihari libur mengajar agar tidak
terganggu anatara mengajar dan kuliahnya. Makanya ibu ambil di hari sabtu dan
minggu. Waktu untuk di keluarga memang jadi berkurang, tetapi ibu tetap
memberikan perhatiannya kepada anak-anaknya. Bagaimana caranya ibu tak pernah
meninngalkan tugas sebagai seorang istri ataupun sebagai ibu untuk anak-anaknya.
Latar belakang ibu ialah dari keluarga yang berpendidikan dan tak
jauh dengan dunia pendidikan. Maka separuh hidupnya adalah untuk dunia
pendidikan. Itu juga yang menjadi alasan untuk meneruskan pendidikannya. Ibu
tak hanya ingin berhenti di situ saja, bukan gelar yang ibu cari tetapi ilmunya, Ibu berkata, “ ilmu itu akan terpakai kapan
saja bahkan sekalipun ibu sudah taka ada didunia, ilmu yang ibu dapatkan selalu
ingin membaginya kepada siapa saja, jadi pintar itu tidak untuk diri sendiri
nak, tetapi untuk memintarkan yang lainnya agar bermanfaat untuk masa depan
yang lebih baik seperti kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tak akan lekang
oleh waktu dan akan sepanjang masa begitu juga sama halnya dengan ilmu”.
Akhirnya ibu mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Yang dirasakan
oleh ibu itu aku rasakan. Bagaimana tiga tahun ibu harus berjuang untuk
menuntut ilmu dengan seusianya. Bapak, kakak-kakak, adik-adik dan aku merasa
senang dan bangga dengan ibu. Ibu bagai pelita hidup kami. Buat aku ia bukan
sosok seorang guru di sekolahnya tetapi guru terbaik kami di rumah. Yang selalu
bisa mengajarkan dan memberikan contoh yang baik.
“Ibu hanya ingin anak-anak ibu berhasil, bukan untuk ibu tetapi
untuk kamu, berhasil bukan harus menjadi orang besar, tetapi berhasil untuk
kamu bisa jadi diri kamu sendiri, jujur dalam segala hal dan bertanggung jawab.
Karena semua yang kamu lakukan hari ini adalah cerminan kamu di esok hari.
Semua itu memang sudah ada yang mengatur rezeki, maut, dan jodoh, tetapi selama
kita masih diberi akal sehat dan kita sempurna diciptakan manfaatkan lah sebaik
mungkin dan jangan lupa selalu berdoa dan berusaha sebab akan dipertanggung
jawabkan di akhirat nanti nak”. Itu kata-kata yang selalu ibu ucapkan kepada
anak-anaknya.
Mungkin merasakan sebagai orang tua aku belum pernah merasakannya.
Tetapi ketika bila menjadi ibu ku mungkin aku belum tentu bisa seperti beliau.
Yang harus mengurus segalanya sendiri. Keluarga buatnya adalah diatas segalanya
bahkan ia bisa merasakan apa yang dirasakan anak-anaknya. Ketika harus
menghadapi anak-anaknya yang terkadang tidak bisa diatur dan mengahadapi
murid-muridnya disekolah yang mungkin lebih susah dari anaknya sendiri.
Terkadang harus bisa menjadi teman agar bisa mendegarkan curahan isi hati anak-anaknya.
Memutuskan antara karir atau ibu rumah tangga buat aku sama
beratnya. Jangan menganggap pekerjaan ibu rumah tangga itu gampang karena untuk
tugas menjadi ibu rumah tangga itu tak mengenal waktu. Harus memikirkan hari
ini masak apa, dan besok apa? Belum lagi ketika harus meanghadapi anak-ankanya
sakit pasti pusat perhatiannya akan lebih, melayani suami dan harus merapihkan
pekerjaan rumah. Mungkin kebanyakan wanita karir dibantu dengan jasa pekerja
rumah tangga. Tetapi aku salut ibu tidak memakai jasa pekerja rumah tangga ia
mengatakan “bukan ibu tak mampu memabayarnya tetapi ibu masih sanggup
mengerjakan meskipun ibu juga bekerja, agar anak-anak ibu tidak malas yang
harus mengadalkan pekerja rumah tangga, biar kamu juga merasakan bagaimana jadi
ibu yang baik kelak ketika anak-anak ibu berumah tangga. Karena tak mudah
menjadi orang tua. Yang terkadang mungkin saja ibu sudah memberikan yang
terbaik buat anaknnya tetapi menurut ibu belum tentu. Ibu mengatakan “ibu belum
bisa kasih yang terbaik”. Itulah bagaimana beratnya menjadi orangtua bukan sekedar
untuk tanggung jawab meskipun ia sudah memperjuangkan dan bahkan mengorbakan
dirinya hanya untuk “terbaik”. Mengandung dari 0-9 bulan dan saat melahirkan
hidup dan mati ia pertaruhkan. Merawat dan menjaga dengan penuh kasih sayang. Bahkan
seorang ibu baru mengandung saja ia sudah memikirkan bagaimana masa depannya. Terkadang
sebagai anak aku malu, malu ketika marah terhadap ibu tetapi ibu selalu bisa
memaafkannya, malu ketika harus berfikir terkadang ibu tak adil, malu ketika
ibu berjuang demi anak-anaknya sedangkan kami memanfaatkan fasilitas yang
diberikannya. Padahal semua yang diberikan kepada kami kau tak pernah
mengharapkan balas dan rasa kasih sayang yang begitu tulus yang kau berikan
kepada kami bagaikan udara yang tak pernah habis.
“Setiap senyuman mu bagai embun yang selalu menyejukkan hati
Setiap pelukakan mu bagai matahari yang selalu memberikan
kehangatan
Setiap pengorbanan mu seperti hujan yang tak terhitung
Setiap kasih sayang dan cinta mu yang tak pernah lekang oleh waktu
Setiap disujud mu ada
sebuah doa dan harapan
Kau peri dalam hidup kami, ibu..
Kau pahlawan kami, ibu..
Kau inspirasi kami, ibu..
Kau belahan jiwa kami, ibu..
Maafkan kami yang tak pernah bisa membalas semua yang telah kau
berikan kepada kami
Kami berusaha menjadi penurus mu dan mendoakan mu, ibu..
Terimakasih mungkin kata itu tak pernah cukup untuk mu, ibu..
Kami bangga dan kami sangat bersyukur karena engkaulah pertama dan
panutan terbaik bagi kami.
Dan rumah adalah tempat terbaik untuk belajar pelajaran hidup.
"
Love u ibu.. :*
Tangerang, 30012014
.nunik.
*Based on true story.